PASURUAN | gatradaily.com – Ketua LSM Cakra Berdaulat, Imam Rudsian, angkat bicara terkait insiden keributan yang mewarnai acara Grebek Dusun di Dusun Kejoren, Desa Gerbo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan.
Peristiwa yang terjadi pada Sabtu malam (8/11/2025) sekitar pukul 20.30 WIB itu dinilai bukan sekadar keributan kecil, melainkan mencerminkan adanya persoalan serius dalam tata kelola kegiatan masyarakat di tingkat akar rumput.
Menurut Imam, insiden antarpetugas parkir tersebut memperlihatkan lemahnya koordinasi panitia dan potensi masalah dalam pengelolaan keuangan kegiatan.
“Keributan antarpetugas parkir menandakan ada masalah mendasar dalam manajemen acara masyarakat, terutama jika sudah menyangkut pungutan kepada warga,” ujar Imam kepada awak media, Minggu (9/11/2025).
Imam menyoroti kebijakan panitia yang menaikkan tarif parkir dari Rp10.000 menjadi Rp15.000 per kendaraan dengan alasan menutup biaya perizinan acara. Menurutnya, alasan tersebut perlu diuji dan diaudit karena setiap bentuk pungutan kepada masyarakat harus memiliki dasar hukum dan transparansi penggunaan dana.
“Kalau benar biaya perizinan dijadikan alasan menaikkan tarif, maka itu harus diaudit. Masyarakat tidak bisa dibebani biaya tanpa kejelasan penggunaan dan pertanggungjawaban,” tegasnya.
Lebih lanjut, Imam juga menyoroti kabar yang beredar di masyarakat mengenai dugaan adanya alokasi dana desa sekitar Rp10 juta untuk mendukung kegiatan tersebut. Namun, Kepala Dusun Kejoren, Imron, membantah informasi itu. Ia menegaskan bahwa seluruh biaya bersumber dari swadaya warga dan donasi sejumlah pihak.
Menanggapi bantahan itu, Imam menekankan pentingnya keterbukaan laporan keuangan sebagai bentuk tanggung jawab sosial panitia kepada publik.
“Kalau memang murni swadaya, panitia wajib membuka laporan penggunaan dana secara transparan. Masyarakat berhak tahu berapa dana yang terkumpul, siapa penyumbangnya, dan bagaimana dana tersebut digunakan,” ujarnya.
Imam juga menilai, meski sistem donasi diperbolehkan, mekanisme pencatatannya harus tetap jelas dan dapat diaudit.
“Jangan sampai istilah ‘donasi’ dijadikan tameng untuk mengaburkan pengelolaan dana. Semua sumbangan harus dicatat dan bisa diakses publik,” tambahnya.
Selain masalah keuangan, Imam menyoroti pelaksanaan kegiatan yang dinilai melanggar Surat Edaran Bupati Pasuruan Nomor 200.1.1/679/424.104/2025, yang membatasi jam hiburan masyarakat hingga pukul 23.00 WIB.
“Faktanya, kegiatan cek sound di Kejoren berlangsung hingga sekitar pukul 00.30 WIB. Ini jelas pelanggaran aturan dan menunjukkan lemahnya pengawasan dari aparat desa maupun panitia,” kata Imam.
Ia mendesak aparat kepolisian dan pemerintah daerah untuk tidak tutup mata terhadap pelanggaran tersebut.
“Polres Pasuruan tidak boleh diam. Ini soal ketertiban umum dan wibawa pemerintah daerah. Penegakan aturan jangan menunggu viral dulu baru bertindak,” pungkas Imam Rudsian, aktivis yang dikenal vokal dalam isu transparansi publik itu.(ze/syn)






















Tinggalkan Balasan