PASURUAN | gatradaily.com – Para pemandu lagu dan pengelola usaha warung karaoke di wilayah Gempol 9 Pasuruan yang dinahkodai Non Governmental Organization (NGO) dan Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA) mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Pasuruan, Senin (21/42024).
Kedatangan mereka adalah menuntut Keadilan dan Perlindungan Hukum ke wakil rakyat atas nasib mereka yang selama ini menggantungkan nasib di warung karaoke. Apalagi saat ini warung karaoke dilarang buka karena dianggap mengganggu ketentraman warga sekitar.
Menurut Ketua PUSAKA, Lujeng Sudarto mengatakan, kalau pelarangan tempat karaoke di Gempol 9 adalah tindakan diskriminatif sedangkan masih ada tempat prostitusi di Pasuruan yang sampai saat ini masih beroperasi tetapi tidak ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
“Kenapa Prostitusi di Tretes dibiarkan sedangkan tempat karaoke dilarang. Ini jelas absurd,” tegas lujeng.
Dari kacamata lujeng yang bekerja sebagai pemandu lagu di warung karaoke itu mayoritas berstatus Janda,dan memilih pekerjaan seperti itu hanyalah untuk menghidupi Anak dan Keluarganya.
Menurutnya,Pemerintah Kabupaten Pasuruan seharusnya mengkomparasikan dengan daerah lainnya yang mengizinkan tempat karaoke. Keberadaan usaha tersebut sudah bukan hal baru dan bisa memberikan pendapatan daerah.
“Maka dari itu diperlukan regulasi aturan tentang perizinan tempat hiburan umum mulai dari proses ijin usaha hingga sanksi-sanksi apabila aturan tersebut dilanggar oleh pelaku usaha,” ucap Lujeng.
Lujeng meminta Raperda tempat hiburan harus dimasukkan dalam pembahasan tahun 2024. Jika tidak masuk dalam agenda program pembahasan Raperda di tahun 2024 ini maka pihaknya akan melakukan unjuk rasa yang lebih besar lagi.
“Jika Prolegda tidak segera dimasukkan maka PUSAKA bersama NGO lainnya akan melakukan protes besar-besaran,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan, Sugiyanto mengatakan bahwa Perda tersebut sudah terpenuhi. Dan saat itu perda tersebut sudah masuk kedalam Prolegda yang di tetapkan dengan SK DPRD nomir 2023 dan akan dibahas pada tahun 2024.
Dalam pembahasan perda tersebut nantinya akan berjudul pengawasan penataan tempat hiburan. Pembahasan ini nantinya akan dilakukan dengan OPD terkait dengan melakukan pansus dan juga konsultasi publik.
“Pembahasan ini menjadi salah satu prioritas kami dalam pembentukan perda dengan judul pengawasan tempat hiburan. Kalau sudah masuk raperda nantinya akan terus berjalan dengan melihat problematik yang ada di lapangan,” kata Sugik sapaan akrabnya.
Sugik juga mengatakan pembahasan perda ini akan terus dilakukan karena dirasa sangat krusial. Mengingat banyak pebisnis dilapangan yang juga sering mendapat intimidasi dengan cara dipalak.
“Tetap kita akomodir tuntutan mereka dan kita diskusikan dengan teman-teman lainnya,” imbuhnya (syn)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan