PASURUAN | gatradaily.comNasib tragis kembali menimpa seorang pelajar asal Dusun Rodowo, Desa/Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan. AY (16), siswa berprestasi lulusan MTs Al Ishlah, terpaksa mengubur mimpinya untuk melanjutkan pendidikan ke SMKN 1 Bangil.

Ia gagal mengikuti proses daftar ulang karena tidak memiliki dokumen penting seperti fotokopi ijazah dan Surat Keterangan Lulus (SKL) dari sekolah asalnya.

Padahal, AY telah dinyatakan lolos seleksi penerimaan siswa baru jalur prestasi. Namun, kendala muncul ketika pihak MTs Al Ishlah menahan dokumen pendidikannya lantaran orang tua AY belum mampu melunasi tunggakan biaya pendidikan sebesar kurang lebih Rp5 juta.

“Saya sudah meminta ijazah dan SKL ke Pak Nur Salam, tapi beliau bilang tidak bisa diberikan sebelum semua tunggakan diselesaikan,” ujar AY dengan mata berkaca-kaca saat ditemui, Jumat (20/6/25).

Kondisi ekonomi keluarga AY menjadi hambatan utama. Sang ibu, Nur Aini, hanya bekerja sebagai buruh di warung dengan penghasilan tak lebih dari Rp40 ribu per hari.

“Kami bertahan hidup saja sudah syukur, mas. Bagaimana bisa membayar tunggakan sebesar itu? Anak saya yang lain bahkan putus sekolah karena hal yang sama,” ungkapnya pilu.

Penahanan ijazah bukan kali pertama terjadi dan kerap menjadi momok di setiap awal tahun ajaran baru. Meski banyak pihak menilai tindakan tersebut melanggar hak dasar pendidikan, praktik ini masih terus berlangsung.

Ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, pihak MTs Al Ishlah memberikan klarifikasi. Mereka membantah menahan ijazah dan SKL secara permanen.

“Kami tidak menahan berkas, kami hanya meminta orang tua hadir ke sekolah. Tidak harus melunasi penuh, cukup mencicil dan membuat surat pernyataan, maka dokumen bisa kami serahkan,” kata Nur Salam saat di konfirmasi melalui telp Whatsapp.

Meski pihak sekolah berdalih tak bermaksud menghambat, pada kenyataannya AY hingga kini belum dapat mengurus daftar ulang karena terkendala kelengkapan administrasi.

Kasus ini menyoroti kembali persoalan klasik dalam dunia pendidikan: konflik antara hak siswa untuk melanjutkan pendidikan dan tuntutan administrasi dari lembaga sekolah.

Pemerintah dan pemangku kebijakan diharapkan turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini secara sistemik dan menjamin tak ada anak bangsa yang kehilangan masa depan hanya karena faktor ekonomi. (Red)