MALANG KOTA | gatradaily.com – Indonesia saat ini sedang menghadapi situasi yang sangat tegang, di tengah gelombang demonstrasi besar-besaran yang dimulai pada Senin (25/8/2025) di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta.
Aksi tersebut telah berkembang menjadi ledakan kemarahan masyarakat, dengan bentrokan antara aparat keamanan dan massa yang kini menyebar ke berbagai kota besar, termasuk Bandung, Makassar, Surabaya, dan Malang Kota.
Jalanan di ibu kota dan kota-kota lainnya berubah menjadi arena pertempuran, mengakibatkan lumpuhnya transportasi umum, kerusakan pada fasilitas publik, serta jatuhnya korban jiwa.
Kondisi politik di Indonesia semakin memanas, dengan aksi demonstrasi yang awalnya dipelopori oleh mahasiswa dan pengemudi ojek online (ojol) menjelma menjadi gelombang perlawanan yang lebih luas.
Dalam suasana demonstrasi yang mencekam ini, sebuah insiden tragis dialami seorang remaja berusia 17 tahun, berinisial SA, di Malang Kota. SA diduga menjadi korban penyiksaan oleh aparat kepolisian.
Insiden tersebut terjadi pada Jumat (29/8) dini hari, saat SA dan teman-temannya berkumpul di kawasan Kayutangan, Malang Kota. Suasana yang awalnya tenang mendadak berubah ketika aparat berseragam lengkap dan berpakaian preman menggerebek lokasi tersebut.
Tanpa memberikan peringatan, mereka merusak sepeda motor yang ada serta membawa SA dan temannya ke Mapolresta Malang Kota.
Keterangan SA tentang pengalaman traumatisnya di Mapolresta Malang Kota terus menggugah perhatian publik.
“Saya dibawa ke Polresta Malang Kota. Di sana saya dipukul, diinjak, disuruh tengkurap. Kaki dan tangan saya lebam, kulit sampai mengelupas,” ungkapnya dengan suara lirih dan penuh rasa sakit saat dihubungi oleh tim kami.
Lebih menerbitkan rasa kekecewaan, SA juga mengaku dipaksa untuk memberikan keterangan palsu. “Saya dipaksa mengaku ikut aksi demo,” tambahnya, menandakan adanya tekanan dari pihak aparat.
Keesokan harinya, Sabtu (30/8), keluarga SA menerima kabar bahwa mereka perlu menjemputnya. Namun ketika keluarga tiba di Polres, SA telah dipulangkan tanpa prosedur resmi atau penjelasan dari pihak kepolisian.
Ayah SA menyampaikan, “Saya datang ke Polresta Malang Kota, tapi tidak ada kejelasan. Tidak ada satu pun yang mengakui bahwa anak saya diperlakukan seperti ini.” Suaranya bergetar menahan amarah dan kesedihan.
Menanggapi perlakuan yang dialami oleh anaknya, sang ayah menegaskan akan membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Sebagai orang tua, saya sangat sakit hati. Anak saya diperlakukan seperti binatang. Saya akan melaporkan kasus ini ke Propam Polda Jatim,” tegasnya, menunjukkan tekad untuk menuntut keadilan.
Hingga berita ini diterbitkan, Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Nanang Haryono belum memberikan pernyataan resmi mengenai insiden tersebut, meskipun pesan konfirmasi dari tim awak media telah dibaca.
Kasus penyiksaan ini memicu gelombang kemarahan baru di tengah situasi nasional yang sudah memanas. Malang Kota telah menjadi salah satu pusat ketegangan, menambah daftar panjang kota yang mengalami gejolak dalam menanggapi tindakan aparat keamanan.
Dengan meningkatnya ketidakpuasan masyarakat terhadap tindakan penyiksaan dan kekerasan, tuntutan akan reformasi dalam penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia semakin kuat.
Publik menunggu tindakan nyata dari pihak berwenang untuk memastikan keadilan bagi SA dan menghindari terulangnya insiden serupa di masa yang akan datang.(tim)
Tinggalkan Balasan