PASURUAN | gatradaily.com – Kisah rumah tangga pasangan asal Desa Pakukerto, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, tengah menjadi sorotan. Seorang perempuan bernama Eni Sapta Rini (49) mengaku terkejut setelah mengetahui dirinya telah resmi diceraikan oleh sang suami, SDR, tanpa pernah menerima satu pun panggilan sidang dari Pengadilan Agama Bangil.
Yang membuat Eni kian tak percaya, muncul dugaan bahwa sang suami sengaja memalsukan alamat tempat tinggalnya agar surat panggilan dari pengadilan tidak sampai ke tangan dirinya. Dugaan manipulasi itu disebut dilakukan demi memperlancar proses perceraian tanpa kehadiran pihak tergugat.
“Saya sama sekali tidak tahu kalau digugat. Tidak pernah menerima surat panggilan untuk mediasi atau sidang.
Tiba-tiba saya dikabari keluarga kalau sudah keluar akta cerai. Saya merasa dipermainkan,” ujar Eni dengan nada kecewa saat ditemui gatradaily.com di sebuah warung kopi di Bangil, Kamis (6/11/25).
Eni menuturkan, dirinya menduga SDR tidak bertindak sendirian. Ia menuding ada peran AS, seseorang yang menjadi saksi dalam perkara perceraian itu. AS disebut turut membantu dengan mencantumkan alamat fiktif di Dusun Palang, Desa Lemahbang, Kecamatan Sukorejo, sehingga pihak pengadilan menganggap surat panggilan telah disampaikan secara sah.
“AS mengaku saya kos di rumahnya. Padahal saya tinggal di Dusun Karang Tengah, Desa Karangrejo, Kecamatan Purwosari. Semua alamat itu sengaja dipalsukan agar prosesnya bisa berjalan tanpa saya tahu,” ucap Eni sambil menitikkan air mata.
Merasa dirugikan dan dikhianati secara hukum, Eni pun mengambil langkah hukum. Ia resmi melaporkan dugaan pemalsuan dokumen dan penyembunyian surat panggilan ke Polres Pasuruan, didampingi kuasa hukumnya, Heri Siswanto.
Kuasa hukum Eni, Heri Siswanto, menyebut kasus ini sebagai bentuk manipulasi hukum yang mencederai rasa keadilan dan merusak marwah peradilan.
“Dugaan pemalsuan alamat bukan hal sepele. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi upaya sistematis untuk menyesatkan lembaga peradilan demi kepentingan pribadi,” kata Heri dengan nada tegas.
Menurut Heri, laporan tersebut dibuat dengan dasar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Pasal 221 KUHP terkait penyembunyian surat resmi dari otoritas negara.
“Ini sudah masuk ranah pidana. Ada unsur kesengajaan untuk menipu lembaga hukum. Siapa pun yang bermain kotor dalam proses pengadilan harus bertanggung jawab di depan hukum,” tegasnya.
Heri memastikan pihaknya akan mengawal proses hukum hingga tuntas. Ia juga mendesak aparat penegak hukum menelusuri kemungkinan adanya oknum lain yang terlibat dalam praktik pemalsuan tersebut.
“Hukum harus ditegakkan. Jangan sampai ada celah bagi siapa pun untuk mempermainkan proses peradilan. Kami akan kawal kasus ini sampai ke meja hijau,” pungkasnya.(ze/syn)






















Tinggalkan Balasan