PASURUAN | gatradaily.com – Seorang santri mengungkap dugaan praktik nikah terselubung yang melibatkan seorang tokoh agama berpengaruh di wilayah Kraton, Kabupaten Pasuruan.
Praktik ini disebut sudah berlangsung bertahun-tahun dan menjerat perempuan muda dengan kedok keagamaan serta iming-iming status sebagai istri sang ustadz.
Abuya, nama samaran, mengaku pernah berada dalam lingkungan yang sama dengan jaringan tersebut. Ia menyebut para perempuan yang direkrut rata-rata masih berusia di bawah 25 tahun.
“Ada yang usia 15 tahun, paling tua sekitar 20 tahun,” kata Abuya dalam keterangan tertulis, Jumat (28/11/2025).
Menurut Abuya, perekrutan dilakukan melalui janji materi dan iming-iming dinikahi tokoh agama yang dikenal memiliki pengaruh dan kekayaan.
“Semua diiming-imingi uang. Mereka mengira dinikahi orang besar dan punya kuasa,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalil agama diduga kerap dipakai untuk menekan keluarga maupun para perempuan agar patuh. “Perempuan disuruh manut, seolah menolak itu dosa,” kata dia.
Abuya mengaku mengalami tekanan psikologis selama berada di lingkungan tersebut. Ia menyebut sering merasa tidak aman hingga harus menghindari pertemuan dengan tokoh yang dimaksud.
“Kalau ustaz datang, saya keluar. Kalau dia pulang, baru saya masuk,” katanya.
Ia menegaskan praktik yang terjadi pada dasarnya adalah hubungan layaknya suami-istri setelah akad, yang menurutnya dilakukan demi memenuhi hasrat pribadi.
“Dalil agama dipakai terus. Padahal itu hanya untuk memenuhi syahwat,” ucapnya.
Abuya juga menyebut adanya aturan tidak tertulis yang melarang perempuan hamil dari hubungan tersebut.
“Kalau sampai hamil, istrinya yang diminta tanggung jawab. Disuruh menggugurkan. Itu aturannya,” katanya.
Ia menambahkan, seorang perempuan berinisial R, warga Bangil, disebut berperan sebagai penghubung dalam jaringan.
Tekanan psikologis disebut menjadi instrumen utama yang membuat perempuan-perempuan tersebut takut melawan.
“Perempuan kan lemah. Ditekan terus dengan dalil sampai takut,” ujarnya.
Abuya mengaku beberapa kali berpindah tempat tinggal karena merasa dikuntit. “Pindah ke Malang dikejar, pindah ke Lawang dikejar lagi. Istri ditekan, saya difitnah ke mana-mana,” ungkapnya.
Ia mengklaim pernah mendapat ancaman bila mencoba melawan. “Dia bilang, kalau saya melawan, ada akibatnya,” kata dia.
Tokoh agama yang dimaksud disebut sebagai ustaz keturunan habaib yang memegang posisi penting di salah satu organisasi keagamaan di kawasan Kraton.
Abuya mengaku menyimpan sejumlah bukti lokasi praktik, namun menolak membeberkan demi keamanan.
Terpisah, Pengasuh Jam’iyah Waqi’ah Segoro Ati, Tajinan, Malang, KH Syaikhur Rijal, mengaku sudah lama mendapat laporan praktik serupa dari santri maupun masyarakat.
“Kalau dibiarkan, berapa puluh perempuan lagi yang jadi korban? Ini sudah berlangsung puluhan tahun,” tegasnya.
Ia menyebut salah satu laporan menyangkut perempuan yang dibawa ke sebuah tempat yang disebut-sebut sebagai “markas para habaib”.
“Yang paling saya tidak suka itu ketika nama Islam dibawa-bawa untuk membenarkan nafsu,” ujarnya.
KH Syaikhur juga pernah menerima laporan mengenai santri perempuan yang dinikahkan pada usia 14 tahun.
“Itu jelas tidak boleh. Santri lain sudah mengingatkan, tapi tetap dilakukan,” katanya.
Menurutnya, persoalan utama bukan hanya soal nikah-cerai kilat, tetapi penyalahgunaan syariat untuk kepentingan pribadi.
“Dakwah itu syiar ketauhidan. Tidak boleh menjadi kedok transaksi syahwat,” kata dia.
Ia menegaskan bahwa Islam mengatur batasan pernikahan secara jelas, termasuk pencatatan pernikahan secara negara dan izin istri pertama jika hendak berpoligami.
“Kalau tidak mau ikut aturan negara, silakan cari negara lain,” ujarnya.
Hingga berita ini ditayangkan, gatradaily.com masih berupaya mengonfirmasi keterangan dari pihak-pihak terkait.(ze/syn)
























Tinggalkan Balasan