PASURUAN | gatradaily.com — Polemik penutupan aktivitas hiburan di kawasan Ruko Meiko, Desa Nogosari, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, terus memanas.
Ketegangan meningkat setelah munculnya pernyataan seorang anggota Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan yang dinilai warga sebagai tuduhan tanpa dasar dan memperkeruh situasi, Kamis (4/12).
Sejumlah warga menyatakan keberatan atas pernyataan tersebut. Mereka menilai oknum legislatif itu melontarkan komentar yang tidak sesuai fakta lapangan dan terkesan memanfaatkan isu ini sebagai panggung politik.
“Kami yang setiap hari tahu kondisi di sana. Itu hanya warung kopi dengan LC, bukan tempat prostitusi. Tapi tiba-tiba ada anggota dewan bicara seolah paling paham,” kata Firman, salah satu pengunjung, Rabu (3/12) malam.
Penutupan aktivitas di ruko tersebut oleh aparat gabungan juga menuai kritik. Warga menilai langkah itu dilakukan secara mendadak tanpa proses komunikasi yang jelas dengan pihak terkait.
Mereka menduga keputusan tersebut dipengaruhi tekanan kelompok tertentu.
Zainal (nama samaran), warga dari dusun lain di Nogosari, menyebut pernyataan sang anggota dewan tidak hanya keliru, tetapi juga merugikan citra masyarakat setempat.
“Dia menuding sembarangan. Harusnya ingat, dia duduk di kursi dewan karena suara warga Pasuruan. Jangan bicara soal moral kalau tempat hiburan lain yang lebih besar justru tidak disentuh,” ujarnya.
Zainal menegaskan warga tidak menolak jika ada pembenahan. Namun, mereka menolak stigma negatif yang menyebut aktivitas di ruko tersebut sebagai praktik prostitusi.
“Kami warga asli Pasuruan. Jangan asal memberi label. Kalau dia tidak tahu kondisi warkop itu, berarti dia tidak menjalankan tugas pengawasan,” katanya.
Selain keberatan atas pernyataan wakil rakyat, warga juga menyinggung persoalan lain yang dianggap turut memicu polemik, terutama sejak Kepala Desa Nogosari, Sunariyah, mulai menjabat.
Menurut sejumlah warga, gejolak baru muncul setelah adanya hubungan tidak harmonis terkait pengelolaan ruko.
Mereka bahkan menyebut ada dugaan permintaan setoran bulanan kepada pemilik ruko.
“Katanya sukarela untuk muspika. Tapi kalau diminta sebelum waktunya dan alasannya berubah-ubah, apa itu masih sukarela?” ujar seorang pemilik ruko.
Warga mendesak pemerintah desa memberikan klarifikasi terbuka terkait dugaan tersebut.
Mereka merasa menjadi pihak yang disudutkan, sementara pejabat desa tidak memberikan penjelasan apa pun ke publik.
“Kami butuh penjelasan resmi. Jangan diam. Jangan warga dijadikan kambing hitam,” ujar warga lainnya.
Sebagian warga juga meminta aparat penegak hukum menelusuri dugaan aliran dana yang didapat pemerintah desa, termasuk soal setoran bulanan dan penyewaan tanah kas desa (TKD).
Hingga berita ini ditayangkan, Camat Pandaan Timbul Wijaya dan Kepala Desa Nogosari Sunariyah belum memberikan keterangan terkait dasar penutupan aktivitas di Ruko Meiko maupun dugaan setoran bulanan tersebut.
Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan, Kasiman, belum memberikan respons atas permintaan konfirmasi mengenai pernyataannya di salah satu media daring. Pesan yang dikirimkan tim awak media melalui WhatsApp telah berstatus terbaca, namun tidak dibalas.(ze/syn)
























Tinggalkan Balasan