PASURUAN | gatradaily.com – Isu dugaan pungutan liar (pungli) di lingkungan perguruan tinggi di Pasuruan, Jawa Timur, kembali mencuat. Sejumlah mahasiswa menilai praktik tersebut mencerminkan lemahnya tata kelola pendidikan tinggi yang semestinya menjunjung transparansi dan integritas.
Ketua BEM Pasuruan Raya, M. Ubaidillah Abdi, menjadi salah satu pihak yang paling vokal menyuarakan persoalan itu. Ia menilai, praktik pungli di dunia akademik tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengkhianati nilai-nilai moral dan etika pendidikan.
“Pungli di kampus, dalam bentuk apa pun, mencederai moral akademik dan memperparah ketimpangan akses pendidikan,” ujar Ubaidillah saat dikonfirmasi gatradaily.com, Jum’at (31/10/25).
Menurutnya, berbagai pungutan tanpa dasar hukum yang jelas masih kerap dilakukan dengan dalih biaya administrasi atau kegiatan kampus.
Kondisi tersebut dinilai semakin membebani mahasiswa, terutama mereka yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah.
Ubaidillah menjelaskan, upaya advokasi terhadap dugaan pungli ini telah dilakukan melalui audiensi dengan DPRD Kabupaten Pasuruan dan anggota DPR RI.
Dalam pertemuan itu, mahasiswa menyerahkan data, kronologi, serta permintaan agar dibentuk tim investigasi independen untuk menelusuri dugaan pelanggaran tersebut.
Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai tindak lanjut dari hasil audiensi itu.
“Setelah audiensi dan janji-janji dilontarkan, semuanya kembali sunyi. Tak ada tindakan nyata, tak ada transparansi,” ujarnya.
Kondisi itu menimbulkan kecurigaan di kalangan mahasiswa bahwa persoalan ini tengah diredam secara politik, mengingat kampus yang bersangkutan berada di bawah pengawasan langsung pemerintah.
Mahasiswa menilai, diamnya DPRD dan DPR RI menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan legislatif terhadap sektor pendidikan.
Padahal, menurut mereka, praktik pungli di kampus bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan.
“Kami tidak ingin audiensi dijadikan seremonial. Kami mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun tangan secara terbuka, tanpa menunggu tekanan publik atau kepentingan politik,” tegas Ubaidillah.
Selain mendesak lembaga legislatif dan aparat penegak hukum, mahasiswa juga meminta pimpinan perguruan tinggi di Pasuruan melakukan reformasi internal.
Mereka menilai, tata kelola kampus yang tertutup membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang dan praktik pungli yang sulit diawasi.
“Nama baik institusi dan masa depan mahasiswa tidak boleh dikorbankan demi kepentingan segelintir oknum,” kata Ubaidillah.
Ia mengingatkan, apabila persoalan ini terus dibiarkan tanpa penegakan hukum yang tegas, maka kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan dan pengawas negara akan terus menurun.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kampus maupun aparat penegak hukum belum memberikan keterangan resmi mengenai perkembangan penyelidikan dugaan pungli tersebut.
Publik kini menanti, apakah persoalan ini akan benar-benar diusut hingga tuntas, atau kembali tenggelam dalam keheningan birokrasi dan kompromi politik.(ze/syn)


 
											
 
																	


















Tinggalkan Balasan