PROBOLINGGO | gatradaily.com — Dugaan penyalahgunaan dana desa di Desa Boto, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, menjadi sorotan publik. Sejumlah aktivis lembaga pengawasan menilai, pemerintah desa di bawah kepemimpinan penjabat (PJ) kepala desa menunjukkan sikap tertutup terhadap permintaan konfirmasi terkait pengelolaan anggaran tahun 2024.
Berdasarkan data yang diperoleh, Desa Boto berstatus desa maju dan menerima dana desa dari pemerintah pusat sebesar Rp1.148.761.000 pada tahun 2024. Dana tersebut telah direalisasikan dalam dua tahap, masing-masing Rp573.933.400 (49,96 persen) dan Rp574.827.600 (50,04 persen).
Adapun sejumlah kegiatan yang dibiayai dana desa tersebut mencakup pembangunan jalan desa dan jalan usaha tani, program Posyandu, kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB), hingga rehabilitasi rumah tidak layak huni.
Namun, dari hasil penelusuran lapangan tim media bersama Lembaga Pengawasan Keuangan (LPK) Bharata, ditemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan proyek.
Beberapa pekerjaan fisik, seperti pembangunan rabat beton di sejumlah dusun, diduga tidak sesuai spesifikasi Rencana Anggaran Biaya (RAB). Ketebalan jalan bervariasi dan terlihat retak di beberapa titik, mengindikasikan mutu pengerjaan yang rendah.
Selain itu, kegiatan sosial seperti penyelenggaraan Posyandu dan pemberian makanan tambahan bagi balita serta lansia disebut-sebut tidak terlaksana sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes).
“Kami menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan penggunaan dana desa. Beberapa kegiatan tidak sesuai perencanaan, sementara proyek fisik juga jauh dari standar teknis,” ujar Holilurrohman, perwakilan LPK Bharata, saat ditemui Senin (3/11/2025).
Ia menambahkan, sikap tertutup PJ Kepala Desa Boto terhadap permintaan klarifikasi publik justru memperkuat kecurigaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran tersebut.
Menurut Holilurrohman, pihaknya bersama media telah melayangkan surat resmi permintaan klarifikasi kepada PJ Kepala Desa Boto beberapa minggu lalu. Namun hingga kini, surat tersebut belum mendapat tanggapan.
“Pemerintah desa seharusnya terbuka terhadap permintaan informasi publik, terutama terkait penggunaan dana desa yang bersumber dari uang negara. Transparansi adalah bentuk tanggung jawab moral dan hukum kepada masyarakat,” tegasnya.
Keterbukaan informasi publik, lanjutnya, merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta menjadi indikator penting dalam mencegah praktik korupsi di tingkat pemerintahan desa.
LPK Bharata bersama sejumlah aktivis masyarakat sipil di Probolinggo mendesak Inspektorat Kabupaten Probolinggo dan Kejaksaan Negeri Probolinggo untuk melakukan audit mendalam terhadap realisasi penggunaan dana desa di Desa Boto tahun 2024.
“Kami berharap lembaga pengawas turun langsung ke lapangan agar dugaan penyimpangan ini dapat segera diklarifikasi secara objektif,” ujar Holilurrohman.
Hingga berita ini diterbitkan, PJ Kepala Desa Boto belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan penyimpangan dan belum merespons surat konfirmasi yang telah dikirimkan media.(ze)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan