PASURUAN | gatradaily.com — Di berbagai penjuru Pasuruan Raya, dentuman keras dari acara sound horeg kian menjadi pemandangan dan pendengaran yang lazim. Disebut sebagai “hiburan rakyat”, gelaran ini justru semakin menuai sorotan tajam.
Di balik panggung meriah dan sorot lampu warna-warni, publik mulai bertanya-tanya: apakah ini hiburan atau bentuk baru dari diskotik terbuka yang berlindung di balik nama acara masyarakat?
Sejumlah warga menilai, kegiatan sound horeg kini lebih sering menimbulkan keresahan ketimbang kegembiraan. Meski banyak di antaranya mengantongi izin resmi, pelanggaran di lapangan justru kerap dibiarkan.
Mulai dari jam operasi yang molor hingga menjelang pagi, penutupan jalan umum tanpa koordinasi, parkir liar dengan tarif selangit, hingga dugaan pungutan tak resmi yang terjadi di beberapa lokasi acara.
Ali Akbar, warga Pasuruan, menilai izin acara sound horeg hanya sebatas formalitas. Ia menyebut dampak sosial yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada manfaatnya.
“Katanya izinnya sampai jam 12 malam, tapi faktanya banyak yang lanjut sampai pagi. Orang mau istirahat susah, yang sakit terganggu. Apakah ada tindakan? Tidak ada!” tegas Ali saat ditemui di kawasan Taman Dayu, Minggu (5/10).
Ali juga menyoroti ketimpangan perlakuan aparat terhadap pelanggaran serupa di tempat hiburan lain seperti kafe, karaoke, maupun live DJ.
“Kalau kafe molor jam operasinya, langsung disegel atau dipanggil. Tapi kalau sound horeg sampai subuh, semua diam. Padahal sama-sama melanggar aturan. Bedanya, sound horeg lebih liar dan lebih bising,” ujarnya dengan nada kesal.
Yang membuat warga heran, setiap kali ada gelaran sound horeg, tampak barisan aparat dari TNI, Polri, Satpol PP hingga ormas turut berjaga di sekitar lokasi. Namun kehadiran mereka dinilai hanya bersifat seremonial tanpa langkah konkret terhadap pelanggaran di lapangan.
“Yang jaga banyak, tapi cuma nonton. Miras beredar, jam lewat batas, orang mabuk di mana-mana, tapi tidak ada yang ditindak. Coba kalau itu tempat karaoke, pasti langsung heboh dan jadi headline,” sindir Ali dengan nada getir.
Tak berhenti di situ, imbas dari maraknya sound horeg bahkan dikabarkan mulai menyentuh sektor pendidikan. Beberapa warga mengaku mendengar bahwa ada sekolah yang sempat menunda kegiatan belajar karena lokasi mereka berdekatan dengan area acara dan terganggu oleh dentuman musik keras sejak malam hingga pagi.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: di mana ketegasan aparat dalam menegakkan aturan? Mengapa acara yang terang-terangan melanggar jam izin, menjual miras, dan menutup jalan umum bisa tetap berlangsung tanpa hambatan?
Fenomena sound horeg di Pasuruan kini menjadi cermin buram dari lemahnya kontrol sosial dan penegakan hukum. “Hiburan rakyat” yang semestinya membawa keceriaan, justru berubah menjadi malam panjang yang bising, berpotensi chaos, dan tampak kebal dari sentuhan hukum.(ze*)
Tinggalkan Balasan